Tugas Mandiri 4 Keberagaman dan Persatuan dalam Lingkungan Lokalku

Naurah Salsabila Kurniawan (46125010145)


Pendahuluan

Saya melakukan pengamatan di lingkungan sekitar rumah saya, sebuah lingkup kecil di pinggiran kota yang dihuni oleh sekitar 200 orang. Terletak di Jalan Skip Ujung No.70 RT008/RW06, Matraman, Jakarta Timur. Saya memilih lokasi ini karena saya sudah menetap di sana sejak kecil, Sehingga saya sudah familiar dengan rutinitas harian warga di lingkungan saya. Selain itu, observasi ini memperhatikan keragaman masyarakat Indonesia, dengan orang-orang dari berbagai kelompok etnis seperti Jawa, Batak, dan Sunda, serta perbedaan keterampilan sosial antara pekerja profesional, pedagang kecil, karyawan pabrik. Tujuan observasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan interpersonal dan menganalisis bagaimana hal ini berkaitan dengan konsep integrasi nasional, sebagaimana diajarkan dalam teori Bhineka Tunggal Ika. Integrasi nasional di tingkat akar rumput mengacu pada bagaimana perbedaan sosial dan suku dapat menjadi sumber konflik atau kekuatan pemersatu, dan pengamatan ini membantu saya memahami realita dengan tenang.



Temuan Observasi

Selama observasi, saya memperhatikan berbagai interaksi antarsesama yang menyoroti aspek positif dan negatif dari integrasi nasional. Di sisi positif, kegiatan bersama seperti kerja bakti dan pos ronda menjadi contoh nyata yang mempererat rasa persatuan. Sebulan sekali, para warga melakukan kerja bakti untuk menjaga lingkungan, seperti membersihkan jalan dan selokan. Dalam kegiatan ini, warga dari suku berbeda, seperti tetangga Batak yang bekerja sebagai guru dan warga suku Jawa yang berprofesi sebagai pedagang, saling bekerja sama. Mereka bercanda dan berbagi makanan, yang membuat suasana hangat . Selain itu, pos ronda malam hari, yang diadakan setiap malam, melibatkan warga dari berbagai kelas sosial. Baik karyawan maupun pedagang kaki lima bergantian mengamankan lingkungan sekitar. Penggunaan simbol kebangsaan, seperti bendera Merah Putih yang dipasang di mading pos ronda, juga berfungsi sebagai pemersatu karena masyarakat ramah dan kooperatif. Fenomena ini menggambarkan bagaimana kegiatan rutin dapat mengurangi batas antar suku dan kelas sosial.

Namun, di balik interaksi positif itu, saya juga menemukan potensi konflik yang mengikis rasa persatuan. Misalnya isu politik lokal yang muncul, seperti perdebatan panas di rapat warga tentang dukungan partai selama pemilihan, yang memecah belah berdasarkan kelas sosial, di mana warga kelas bawah merasa suara mereka diabaikan. Fenomena ini mengingatkan saya pada potensi konflik yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang, di mana kurangnya kesadaran bisa memperburuk ketegangan sosial.


Analisis

Observasi ini dapat dikaitkan dengan teori integrasi nasional, seperti konsep Bhineka Tunggal Ika, yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan. Menurut teori ini, integrasi terjadi melalui interaksi sosial yang inklusif, di mana praktik positif seperti kerja bakti dan pos ronda berfungsi sebagai duta karena menciptakan rasa saling mendukung. Dalam konteks lingkungan rumah saya, kegiatan ini membantu warga antar suku dan kelas sosial untuk mengembangkan empati, yang pada gilirannya mengurangi prasangka. Misalnya, selama bekerja sama dalam pos ronda, warga berkontribusi pada lingkungan secara keseluruhan. Ini konsisten dengan teori integrasi sosial Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa interaksi sosial ditingkatkan oleh kegiatan komunal.

Faktor-faktor konflik potensial lainnya, seperti sumber daya atau komentar SARA, menyoroti isu-isu yang lebih kompleks, seperti faktor ekonomi dan komunikasi. Karena kesenjangan ekonomi, warga kelas bawah merasa didiskriminasi, seperti dalam kasus akses air yang tidak merata, yang dapat berkontribusi pada ketegangan sosial. Selain itu, komunikasi yang efektif memperbaiki situasi dan menangkal eksklusivisme. Dari perspektif politik, ini berkaitan dengan faktor eksternal yang menyoroti perbedaan. Perbedaan suku dan kelas sosial mungkin merugikan integrasi nasional tanpa intervensi.


Refleksi Diri & Pembelajaran

Dari observasi ini, saya belajar banyak tentang diri saya dan lingkungan sekitar. Saya menyadari bahwa sebelumnya saya kurang peka terhadap perbedaan suku dan kelas sosial, sering menganggapnya sebagai hal biasa tanpa memikirkan dampaknya. Misalnya, saya melihat bahwa interaksi positif seperti kerja bakti membuat saya lebih menghargai keragaman, karena saya ikut terlibat dan merasakan kebanggaan bersama. Namun, melihat potensi konflik membuat saya sadar akan hak istimewa saya sebagai generasi muda dari kelas menengah, yang mungkin tidak mengalami diskriminasi yang sama. Pembelajaran ini mengajarkan saya bahwa integrasi nasional dimulai dari tindakan kecil, seperti mendengarkan perspektif orang lain.

Sebagai generasi muda, peran saya adalah menjadi penggerak perubahan di lingkungan ini. Saya bisa inisiatif mengadakan acara yang lebih inklusif, seperti diskusi kelompok tentang toleransi, atau membantu memoderasi perkumpulan untuk mencegah hal-hal negatif. Dengan begitu, saya berkontribusi dalam memperkuat persatuan, karena generasi muda memiliki energi dan akses teknologi untuk menyebarkan nilai-nilai positif.


Kesimpulan dan Saran

Secara keseluruhan, observasi ini menunjukkan bahwa integrasi nasional di tingkat lingkungan rumah bergantung pada interaksi sehari-hari, di mana kegiatan positif seperti kerja bakti meningkatkan kehidupan masyarakat, sementara konflik antar suku dan perbedaan sosial harus diatasi. Pelajaran terpenting bagi saya adalah bahwa komunikasi dan kesadaran sangat penting untuk memperlakukan orang lain dengan setara. Untuk meningkatkan integrasi di lingkungan saya, saya menyarankan dua tindakan: Pertama, selenggarakan workshop rutin tentang toleransi yang mendorong semua orang untuk membahas dan menyelesaikan potensi konflik. Di sisi lain, menggabungkan kegiatan pendidikan seperti pos ronda dengan berbagi kisah tentang suku masing-masing akan membuat suasana lebih bersemangat.





Comments

Popular posts from this blog

Cinta Tanah Air sebagai Inspirasi Perjalanan Akademik

Jurnal Refleksi Pribadi mengenai Sikap sebagai Warga Negara dalam Konteks Kampus